Galian Gila
- andinajayanti
- Oct 26
- 2 min read
Dua tahun belakangan, galian di Jakarta makin gila.
Dari Salemba ke Cikini bisa 45 menit di jam sibuk.
Anak sekolah masuk jam 7 jadi harus berangkat jam 6 kalau mau aman.
Dimana-mana galian.
Di Kota Tua, di Cideng, di Raden Saleh, di Diponegoro, di Proklamasi, di Blok M, di Blora, di Latuharhari, di Saharjo, di Mangga Dua, di Gunung Sahari, di mana lagi yang belum gw sebut?
Tanpa galian, Jakarta udah macet.
Dengan galian diharapkan Jakarta berkurang macetnya?
Kan tolol.
Kak Okki Sutanto pernah bilang: situ Freeport? Satu Jakarta digali?
Di luar galian masih ada lagi pembangunan LRT dan MRT tahap dua.
Thamrin-Harmoni-Gajah Mada sengsara.
Tambak-Pramuka-Rawamangun menderita.
Ngga ada kok yang ngga suka transformasi menuju perbaikan.
Cuma emangnya beneran ngga ada gitu upaya untuk meminimalisasi kegilaan di masa transformasi?
Maksudnya, kalo jalan yang ini digali, dibuatkan jalan alternatif yang itu.
Kalo jalan yang ini pembangunan LRT / MRT, disiapkan jalan alternatif sebelah situ.
Ini kan enggak. Seakan-akan warga disuruh nelen aja itu chaos yang disebabkan sama galian.
Mobil matic pun ga ada guna.
Betis kanan bisa kram mulu.
Dikira gas rem rem rem ngga capek apa?
Maaf buat yang mobilnya manual, uda kali uji nyalinya. Kaki kanan kiri mah pasti kram. Belom kampas kopling umurnya ga bakal lama.
Transformasi kupu-kupu itu tidak merusak.
Tapi di dunia ini kenapa segala transformasi sifatnya harus merusak ya?
Transformasi pemerintahan.
Transformasi manajemen korporasi
Transformasi transportasi.
Bertahan dalam transformasi itu seakan mau gila.
Pasti kena mental.
Pas uda ngelalui rasanya bangga sama diri sendiri.
Tapi mental udah rusak semasa bertahan.
Seringnya itu ngga disadari. Sampai ada trigger yang membangkitkan trauma.
Sekarang musim hujan datang.
Galian, LRT, MRT, ditambah banjir.
Seakan ngga kurang-kurang wajah Jakarta ditekan terus dengan kerusakan, tanpa adanya upaya perbaikan.
Galian gila.
Kalian gila.





Comments